RSS

Forgan #1

Aku ini blogger tidak tahu diri. Ya, memang begitu kenyataannya. Di postingan sebelumnya koar-koar akan menceritakan semua yang terjadi pada masa-masa hiatusku selama dua bulan lebih, tapi nyatanya aku tak kunjung menerbitkan postingan tersebut (ditulis saja belum ==') Dan sekarang aku datang karena tidak ada tempat yang pas untuk mencurahkan apa yang kurasakan seminggu belakangan ini. Aku tidak mengharapkan banyak kaum sintingo (pembaca) yang akan mengunjungi blogku dan membaca tiap kalimatku kemudian memberikan komentar karena toh selama ini tidak ada yang membaca blogku ini. Tapi, itu bukan masalah bagiku--yang penting ada tempat untuk mencurahkan segala keluh kesahku saja sudah cukup. Tidak peduli apakah tempat tersebut akan memberikan respon atau menjadi pendengar setia saja tanpa mengeluarkan sepatah dua patah kata.

Jadi begini ceritanya, di kandang ulat aku ikut suatu kegiatan yang kuberi nama Forgan. Selebihnya kurasa tidak perlu kuberitahu apa arti sesungguhnya Forgan tersebut. Yah, semacam organisasi yang mengurus kepentingan-kepentingan sekolah. Tahu Student Organization kan? Osis tahu kan? Entah kesambet apa aku mau saja ditarik oleh salah satu anak kawanan abwaras untuk ikut Forgan tapi dia malah keluar dari sana tak lama setelah aku bergabung. Well, di situ memang sedikit menyisakan sesak tapi aku selalu berpikir bahwa life goes on, anyway. Mungkin aku mau ikut Forgan karena aku ingin mengubah karakterku yang terkenal apatis, pasif, pendiam, dingin, yadda, yadda, yadda menjadi lebih bisa diterima di lingkungan sosial.

Kau tahu kan orang-orang sepertiku ini tidak bagus hubungan sosialnya. Tidak begitu bagus cara berinteraksi dengan manusia lainnya di muka bumi ini *halah*. Yap, seperti yang pernah kusebutkan sebelumnya kalau aku termasuk ke dalam tipe : Scared of Peeps. Aku bukan takut kepada orang-orangnya, tapi lebih kepada apa yang mereka pikirkan tentangku. Membuat asumsi sendiri yang padahal belum tentu benar asumsi itulah yang mereka pikirkan tentang aku. I believe there are so many people like that in this world, not just me. Nah dari situ aku kepikiran untuk mengikuti Forgan. Siapa tahu aku bisa memperbaiki interaksi sosialku. Siapa tahu aku bisa menjadi orang yang lebih aktif dan kritis.

Awal-awalnya kupikir aku merasa nyaman berada di sana karena orang-orang di sana pun--kurasa--hampir rata-rata mempunyai masalah yang sama denganku. Ingin meningkatkan kemampuan bersosialisasinya dengan mengikuti sebuah organisasi dan belajar bertanggung jawab. Semuanya berjalan lancar, tiap ada perkumpulan aku datang walau terkadang rasa malas itu menyergap. Aku iri dengan mereka-mereka yang bisa pulang sesuai dengan jadwal. Sedangkan aku? Aku harus menunggu beberapa jam lebih lama untuk perkumpulan tersebut. Kenapa aku terus datang ke perkumpulan tersebut sedangkan hatiku terkadang lebih memilih kursiku yang nyaman di depan komputer ketimbang kelas di sore hari dengan suara-suara bervolume tinggi, berdiri setengah lutut, atau push up beberapa seri--karena aku tidak sendirian. Karena aku bersama mereka--mereka yang mengorbankan waktunya juga sepertiku.

Selain itu, yang menjadi pemacuku untuk datang di tiap perkumpulan (setelah berperang batin dashyat dengan Mister Malas) adalah anak-anak paskibra. Mereka tiap hari pulang sore bahkan ada yang sampai malam. Tapi toh mereka kelihatan baik-baik saja dengan jadwal sepadat itu. Di mana waktu belajar mereka? Di mana waktu bermain mereka? Di mana waktu istirahat mereka? Di mana waktu leha-leha dan bersantai ria mereka? Aku saja yang pulangnya lebih siang dari mereka sudah malas belajar. Apalagi mereka, bukan? Maka aku mencoba berpikir dengan cara seperti ini : If they can, why can't we?--Kalau mereka bisa kenapa kita tidak? Waktu mereka sama-sama terbuang untuk hal yang setidaknya bermanfaat dan jelas tujuannya. So, if you guys want to know why am I standing still on the Forgan it's because they are my reason.

....to be continued

0 ocehan: